“Maybe there’s nothing
better than revenge”
“Aku tau semua hal yang terjadi dalam hidupku
memang tak dapat kuubah, tapi semua itu telah mengubah hidupku” – Caroline Roth
“Kata selamanya terlihat seperti waktu yang sangat lama tapi
selama kita bersama orang yang kita sayangi, kata selamanya tidaklah cukup” – Tom
Hamblett
“Just close your eyes and open your heart, then listen for the
truth” – Jesse McCartney
Just close your eyes
The sun is going
down
You’ll be
allright
No one can hurt
you now
Come morning
light
You and I’ll be
safe and sound...
Entah mengapa setiap kali
kumendengar lagu itu, aku selalu teringat kenangan pahit yang terjadi di masa
lalu. Lagu itu selalu mengingatkanku pada pengorbanan seseorang yang begitu
besar sekaligus rasa penyesalanku yang mendalam dan hingga saat ini hal itu tak henti-hentinya
menghantuiku.
Namaku Caroline, teman-temanku biasa
memanggilku dengan sebutan Cerin, aku memiliki seorang kakak perempuan yang
bernama Veronica, dia begitu menyayangiku seperti halnya sikap seorang kakak
terhadap adiknya. Aku juga berasal dari keluarga yang orang tuanya terbilang
masih utuh, dan itu merupakan salah satu hal yang membuatku selalu bersyukur kepada
Tuhan. Bukankah sangat menyenangkan ketika kita mendapat kasih sayang yang
cukup dari kedua orang tua kita? Ya, memang tidak sedikit anak di luar sana
yang tidak memiliki orang tua bahkan keluarga, tapi apa salahnya jika kita
selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita?
Disamping itu juga aku memiliki seorang sahabat yang selalu menghiburku,
membuatku merasa sangat nyaman dan tersenyum bahagia, tapi tidak sebelum suatu
hal yang buruk terjadi dalam hidupku dan itu benar-benar membuatku merasa
sangat menyesal atas apa yang telah terjadi. Aku tau semua hal yang terjadi
dalam hidupku memang tak dapat kuubah, tapi semua itu telah mengubah hidupku.
***
Ketika aku berusia 14 tahun ayahku tak sengaja menemukan sebuah handphone
yang terletak tak jauh dari halaman rumah kami, tadinya ia berusaha
mencari siapa pemilik dari handphone tersebut dengan cara menanyai
tetangga-tetangga di sekitar rumah kami, akan tetapi hal itu tak membuahkan
hasil. Karena tak ada seorang pun yang mengetahui siapa pemilik asli handphone tersebut akhirnya ayah memberikannya kepadaku.
Aku sangat senang dan tak sempat mengganti nomor di handphone tersebut. Aku
asyik membuka setiap fitur yang ada di handphone itu, aku benar-benar merasa seperti menemukan
mainan baru yang terbaik dalam hidupku.
Sekitar 15 menit kemudian ada message
masuk.. “Hey sayang...” karena iseng aku pun membalasnya. “Kau siapa?”...
sekitar 3 menit kemudian ia pun membalasnya “Aku adalah orang yang sangat
mencintaimu, aku senang kau telah memiliki handphone
sendiri sayang...” Aku pun tersentak
kaget, apa-apaan ini? Apa dia seorang penguntit seperti yang ada di film-film
horor yang biasa kutonton bersama Tom?... aku malas membalas message
darinya jadi kuputuskan untuk menyimpannya di atas meja belajar lalu
pergi ke dapur untuk mengambil air minum karena aku mulai merasa haus.
Siapa dia sebenarnya? Apa mungkin dia orang yang berniat berbuat
jahat kepadaku? Pertanyaan itu selalu berputar-putar dalam benakku dan mulai
membuatku merasa cemas. Hmmm... mungkin itu hanya perasaanku saja. Mungkin saja
dia hanya orang yang mengenal pemilik asli handphone itu. Ah sudahlah, untuk apa aku memikirkan
hal yang tidak penting seperti itu.
Satu jam kemudian aku
kembali ke kamar untuk mengambil kembali handphone
tersebut, dan betapa terkejutnya aku saat melihat 8 message dari orang misterius itu. Message 1 : “Hey sayang... sedang apa kau sekarang?”... Message 2 : “Sayang apakah kau masih di
kamarmu?”... Message 3 : “I miss u
sayang...” Message 4 : “Hey...!
bisakah kau membalas messageku?”... Message
5 : “Dasar bocah jalang!!! Beraninya kau mengabaikanku!” Message 6 : “Kau akan menyesal karena
telah seperti ini sayang!!!”... Message 7
: “Oh.. c’mon, kau tak membalas message ku sama sekali???”... Message 8 : “Lihat saja nanti, kau akan
merasakan akibatnya hahahaha”... Saking takutnya tanpa kusadari semua bulu
kudukku berdiri, dengan tangan gemetar kugenggam handphone itu lalu kumatikan
dan kuputuskan pergi ke rumah Tom untuk menceritakan hal itu.
Aku sangat senang karena Tom mau mendengarkan ceritaku, walaupun
ketika aku menceritakannya dia sedikit tak percaya dan malah meledek sambil
menertawakanku. Akan tetapi, walau bagaimana pun juga ia tetaplah sahabat
terbaikku yang selalu membuatku merasa nyaman dan ada setiap kali aku
membutuhkannya.
Karena
terlalu asyik menceritakan hal itu kepada Tom sampai-sampai aku lupa waktu
untuk pulang. Untung saja jarak antara
rumahku dan Tom tak terlalu jauh maka kuputuskan untuk memilih jalan kaki saja.
Tak terasa senja
telah tiba dan langit pun menggelap. Aku mulai melangkahkan kakiku untuk
pulang. Jalanan di sekitarku terlihat sangat sepi dan sunyi, hanya suara
hembusan angin yang menusuk tulang dan langkah kakiku saja yang dapat kudengar.
Akan tetapi di tengah-tengah perjalanan pulang, aku mulai merasakan ada
seseorang yang mengawasiku dari belakang. Aku merasa sangat cemas dan
ketakutan. Oh... c’mon yang benar saja? mungkin ini hanya perasaanku saja yang
sedang kacau karena telah menerima message
dari orang aneh itu. Tapi tunggu,
aku dapat merasakan langkah kakinya, ya... dia semakin cepat dan dekat.
Kuputuskan untuk menoleh kebelakang tapi kuurungkan niat itu, karena aku tak
cukup punya nyali untuk melakukannya dan kini hanyalah rasa cemas dan takut
yang semakin menyelimutiku. Aku mulai mempercepat langkah kakiku akan tetapi
aku dapat merasakan kalau langkah seseorang di belakangku jauh lebih cepat...
cepat... dan semakin mendekat. Oh
Tuhan... aku sangat merasa takut sekarang, kupejamkan mataku berharap agar rasa
takut itu memudar. Tapi ternyata aku salah, justru aku malah merasa semakin
takut dan sekarang orang itu tepat berada di belakangku. Ya... sangat dekat
mungkin hanya berjarak beberapa centimeter
saja bahkan sekarang aku dapat
merasakan dengan jelas hembusan napasnya, hembusan napas yang membuat rasa
takutku mencapai puncaknya, lalu....
“Hey, Cerin tunggu...!!!” ucap Tom
dengan napas terengah-engah sambil memegang pundakku dan hapir saja membuat
jantungku benar-benar copot.
“Ternyata kau Tom, syukurlah aku kira
kau orang misterius itu. Kau tau? Kau hampir saja membuatku mati berdiri di
sini...!”
“Hahahaha....Lantas itukah alasanmu
berjalan secepat tadi??? Lihatlah kau tampak sangat pucat dengan keringat
bercucuran di pelipismu.” ucapnya sambil
tertawa dengan nada sedikit meledek.
“Apa kau pikir itu sebuah lelucon
hah?” ucapku sambil menatap tajam mata kucingnya dan menaikkan nada bicaraku.
“Oke...wait,
stop menatapku seperti itu, karena
itu membuatku merasa tidak nyaman.”
“Lantas mengapa kau mengikutiku? Apa
kau juga seorang penguntit hah?”
“Wow...! kau terlihat sangat emosi
sekarang dan andai kau tau, itu membuatmu tampak semakin mempesona.”
“Oh
c’mon shut up...!!!“ kali ini aku
benar –benar emosi dan merasa muak padanya.
“Keep calm... oke aku akan
menjawabnya....hmmmm... aku”
“Ah sudahlah aku hanya membuang
waktuku saja di sini.” aku pun berbalik meninggalkannya dan memulai langkahku
kembali, akan tetapi dengan segera Tom menahan tanganku.
“Hey...! bisakah kau menunggu dan
membiarkanku untuk menyelesaikan pembicaraanku ??? Oke, jadi begini... aku
sengaja mengikutimu karena.... a-a-akuuu... khawatir padamu.”
“What? Hahahahaha... it’s fun...!!!”
“Hey... kau pikir itu lucu? Oh God... aku tidak sedang bermain stand up comedy sekarang.” ucapnya
dengan raut wajah kebingungan dan itu malah membuatku tertawa semakin keras.
“Hahahahaha....Yeah....Itu memang
lucu Tom.”
Di sepanjang perjalanan kami banyak
berbincang-bincang dan tertawa bersama. Karena kau tau? Seperti biasa, selain
dia selalu membuatku merasa nyaman berada di sampingnya dia juga sering
membuatku tertawa terbahak-bahak bahkan sampai membuat perutku sakit walaupun
tidak jarang ia membuatku muak karena
tingkahnya akan tetapi ia tetaplah lelaki yang baik dan menyenangkan. Tak
terasa akhirnya aku dan Tom telah tiba tepat di halaman depan rumahku.
“Terima kasih Tom, karena kau telah
mau mengantarkanku pulang.” ucapku sambil memberikan senyuman kecil kepadanya.
“It’s
okey, itu memang sudah menjadi tugasku untuk menjaga orang yang benar-benar
kusayangi.” ucapnya sambil membalas senyumanku.
Ya, walaupun aku sudah tau, tak perlu bicara seperti itu pun aku
tau bahwa Tom memang benar-benar menyayangiku, dan seperti halnya dia aku pun
memang menyayanginya, sangat menyanginya bahkan aku sudah menganggapnya sebagai
bagian dari keluargaku.
Sesampainya di rumah aku langsung
menuju kamar lalu menghempaskan tubuh lelahku di atas ranjang. Terbayang olehku
saat-saat aku bersama Tom, tertawa dan becanda bersama akan tetapi di atas
bayang-bayang itu entah mengapa tiba-tiba terbayang olehku bahwa aku akan
kehilangan Tom. Oh Tuhan... tak pernah terbayang olehku jika aku harus
kehilangannya, orang yang sangat kusayangi, orang yang selalu menghiburku,
orang yang selalu ada kapanpun aku membutuhkannya di samping kesibukan orang
tuaku yang terkadang tak ada saat aku membutuhkan mereka. Ayolah Cerin, ini
hanyalah perasaanmu saja yang terlalu berlebihan.
Keesokan harinya aku langsung membeli nomor baru untuk mengganti
nomor handphone tersebut. Berharap agar ia tak kembali
menerorku, tapi ternyata aku salah, sangat salah menyangka dan berharap dia tak
akan menerorku dengan sms-sms aneh dan ancaman yang mengerikan. Bahkan kali ini
smsnya jauh lebih mengerikan dan membuatku merasa sangat takut. Tak lama
kemudian nomor misterius itu kembali mererorku dengan pesan-pesan singkatnya
yang cukup membuatku bergidik ngeri. Salah satu sms yang selalu ku ingat adalah
“Aku akan memotong-motong tubuh kotor seseorang yang selalu membuatku cemburu
dan akan membuangnya ke sungai, I love u Caroline!”... Ya Tuhan... ku kira
orang misterius itu adalah orang yang mengenal pemilik asli handphone ini, ternyata dugaanku salah! Hufft... aku
sangat khawatir sekarang. Okey, tenangkan dirimu Cerin... ya, mungkin dia hanya
ingin menakut-nakutimu saja.
Aku mulai muak dengan semua teror murahan ini! Terakhir orang itu
semakin menggila dengan meneleponku tiap malam, kakakku mulai menanyakan hal
ini, tapi aku tak pernah berani untuk menceritakan padanya. Saking takutnya aku
langsung membuang handphone terkutuk itu dan aku tak pernah berani untuk
memiliki handphone hingga umurku menginjak 17 tahun.
Tepatnya di hari ulang tahunku, pada malam harinya aku kembali
dikejutkan oleh ulah seseorang, tapi kali ini bukanlah sebuah teror ataupun
ancaman yang mengerikan dari orang misterius seperti yang terjadi 3 tahun yang lalu. Tom sahabatku memberikan
sebuah kado istimewa berisikan sebuah handphone seri terbaru dengan warna merah yang
merupakan warna favoritku. Aku langsung berteriak kegirangan dan memeluknya
erat-erat kemudian mengecup lembut pipinya. Kami banyak menghabiskan waktu
berdua, ya... hanya kami berdua tapi tetap ditemani oleh gemerlapnya
bintang-bintang di langit.
“Hey Tom! Bisakah kau menghitung bintang-bintang itu? Lihatlah
mereka semua terlihat sangat indah dan mempesona menghiasi langit!” ucapku
dengan penuh semangat sambil menunjukan jari jemariku ke arah lagit.
“Tentu saja aku bisa, kau tahu? Selama kau berada di sampingku tak
perduli berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghitung bintang-bintang itu,
pasti akan kulakukan.” ucapnya dengan nada yang lebih bersemangat. Tapi entah
mengapa jawabannya itu justru malah membuatku merasa sedih.
“Tom....”
“What?”
“Akankah kau selalu berada di sampingku dan menjagaku untuk
selamanya?”
“Hey,what’s wrong?
Mengapa kau memberikanku pertanyaan seperti itu?”
“Hmmmm... Nothing,
mungkin aku hanya takut kehilanganmu Tom. Tapi kurasa jika kau berjanji padaku
untuk berada di sampingku dan menjagaku selamanya, mungkin itu akan sedikit
mengurangi rasa takutku.”
“Yeah, tentu saja ...
tapi apakah kau tau?”
“Tau apa? Kau ini lucu Tom, bagaimana aku tau kau saja belum
memberi tauku.”
“Cerin... kau memang tak pernah berubah. Selalu saja memotong pembicaraanku
sebelum aku menyelesaikannya.”
“Hahahaha.... yeah aku memang seperti itu. Maybe, okey mulai sekarang aku berjanji tidak akan memotong
pembicaraanmu lagi.”
“Yeah, itu terdengar lebih bagus. Apa kau bilang tadi? Selamanya?”
tiba-tiba Tom terdiam dan raut wajahnya berubah menjadi sedih lalu ia pun
menundukan kepalanya, suasana berubah menjadi
sunyi. Mengapa Tom bertanya seperti itu? Apa ada yang salah dengan kata
itu atau apa? Entahlah yang jelas itu membuatku semakin khawatir dan takut
kehilangannya.
“Ya, selamanya. Apa ada yang salah dengan kata itu?”
Ya Tuhan.. aku mulai merasa
sangat khawatir. Entah mengapa, tiba-tiba aku kembali teringat ancaman-ancaman
mengerikan pada pesan singkat yang dikirim oleh orang misterius itu. Hey
Cerin... c’mon wake up! Sampai kapan
kau akan seperti ini? Dia hanyalah orang aneh yang ingin menakut-nakutimu saja
dengan ancaman murahan yang dikirimnya lewat sms. Ya... aku harus melupakannya,
tapi mengapa Tuhan... rasanya begitu sulit?, mungkin aku hanya terlalu takut
kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Ya, percayalah Cerin everythings gonna be allright dan tak ada seorang pun yang akan mengganggu
hidupmu lagi! Tapi entahlahlah, mungkin hanya waktu yang akan menjawabnya.
Tak lama kemudian, Tom pun kembali melanjutkan pembicaraannya.
Tapi kali ini tersirat dalam wajahnya keseriusan yang mendalam. Aku hanya mampu
menatapnya dengan bingung dan penuh rasa penasaran.
“Apa kau tau? Kata selamanya
terlihat seperti waktu yang sangat lama tapi selama kita bersama orang yang
kita sayangi, kata selamanya tidaklah cukup.” ucap Tom sambil menatap tajam
mataku dan memberikan senyuman terindah yang sebelumnya tak pernah kulihat.
Tanpa kusadari butiran air mata membasahi pipiku. Aku benar-benar
merasa senang, setidaknya dengan Tom menjawab seperti itu mungkin bisa sedikit
mengurangi rasa takutku akan kehilangannya. Tapi ternyata aku sangat keliru,
sangat keliru dan benar-benar bodoh jika aku berharap tidak akan pernah
kehilangannya, justru itulah senyuman sekaligus kata-kata terakhirnya. Ya...
senyuman terindahnya yang pernah kulihat dan kata-kata yang membuat butiran air
mata menetes di pipiku. Tapi inilah masa-masa indah terakhirku bersama Tom,
karena setelah malam itu dia tak pernah terlihat lagi, setiap kali aku
mengunjungi rumahnya ia selalu menolak untuk kutemui. Aku sangat sedih, sampai
kabar buruk itu pun datang. Tom, sahabatku tersayang telah ditemukan tewas
dengan beberapa luka tusuk akibat tikaman pisau di bagian dada dan perutnya.
Aku menangis terisak-isak saat mengetahui berita itu. Aku benar-benar merasa
sangat sedih dan frustasi karena telah kehilangan satu-satunya sahabat
terbaikku,tapi apa yang bisa aku perbuat? Apa yang bisa kuperbuat selain
menangisi dan menyesali kepergiannya? Ia sangat baik Tuhan... mengapa harus
dia? Segala macam pertanyaan dan penyesalan terus berkecamuk dalam pikiranku.
“Tolong ceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi pada Tom
tante....” aku mengiba sambil bercucuran air mata. Tante Jesy hanya diam
membisu sambil menatap kosong ke tempat peristirahatan terakhir putra
kesayangannya. Kemudian ia menatap mataku dengan tajam, tapi aku tau di sana
ada rasa takut yang luar biasa. Tiba-tiba ayahnya Tom menghampiriku dan
berkata...
“Ibunya Tom masih merasa sangat terpukul Cerin... ia seperti orang
ketakutan. Pembunuh itu telah memberikan trauma yang hebat terhadap keluarga
kami. Ia mengambil putra semata wayang kami...” ucap ayah Tom dengan sangat
hati-hati, ia seperti takut jika ada orang lain yang mendengar percakapan kami.
Beberapa menit kemudian telepon selular pemberian Tom pun
berbunyi, ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tak kukenal. Pesan itu berisi
: “Tak ada laki-laki lain yang boleh memelukmu sayang, ia telah mendapatkan
balasan yang setimpal atas perbuatannya padamu. Aku akan menghabisi semua
laki-laki yang mendekati kekasihku. Karena aku tak akan bisa menahan diri
akibat rasa cemburu ini, rasa cemburu ketika melihatmu bersama laki-laki
bangsat itu, di malam tepat pada hari ulang tahun mu sayang.”...
Ya Tuhan... apakah yang dimaksud orang ini adalah Tom? Jadi dialah
pembunuh sahabatku! Seketika tubuhku roboh ke tanah sambil menatap batu nisan
itu. Ya, aku ingat, Tom pernah berkata bahwa selama satu minggu belakangan ini
ia selalu menerima teror sampai-sampai ia tak berani untuk keluar rumah. Tapi
pada malam itu ayah dan ibunya harus pergi karena ada kepentingan mendadak, di
rumah besar itu hanya ada Tom, satu pembantu wanita dan seorang satpam. Aku
heran, mengapa satpam itu tak bisa menghandle seorang pembunuh? Kemana saja dia?
Ternyata satpam muda itu juga terbunuh dengan pisau yang menancap di dadanya,
sedangkan pembantu wanita itu disekap dan dianiaya kemudian dibunuh dengan
dipaksa untuk meminum racun serangga. Aku bergidik ngeri sekaligus merasa
bersalah. Karena aku, tiga orang yang tak bersalah harus meregang nyawa dengan
cara yang mengenaskan.
Dengan tangan gemetar aku langsung membalas sms orang itu, aku
mengetik huruf demi huruf. “Mengapa kau melakukan semua ini? Apa salahku dan
Tom?”. Kemudian ia membalas. “Tak ada alasan lain sayang, ia telah merebutmu
dariku.” Rasanya aku sangat ingin membanting handphone ini! Aku sangat
membenci orang ini. “Jangan ganggu aku lagi!” ia pun membalasnya “ Aku tidak
mengganggumu sayang, aku mencintaimu.” Uhhh... aku benar-benar merasa frustasi.
“Kau telah mengambil sahabatku! Sekarang aku akan selalu kesepian karena Tom
telah tiada.”... “Kau tak perlu khawatir sayang, Tom tidaklah pantas menemani
kesendirianmu, aku lah orang yang akan selalu bersamamu, meski kau tak dapat
melihatku tapi aku bisa melihatmu, kau tampak sangat mempesona mengenakan gaun
hitam itu Cerin... I LOVE U Caroline...!”...
***
Aku duduk seorang diri di depan rumah, walaupun sudah larut malam
suasana di sekitar rumahku masih tampak ramai dengan banyaknya anak-anak yang
sedang bermain. Malam ini aku merasa sangat lelah, tampak jelas dalam ingatanku
saat-saat bersama Tom, tanpa kusadari butiran air mata kembali membasahi
pipiku. Ini semua salahku! Akulah penyebab kematian Tom!. Dengan cepat aku
langsung mengambil telepon selular pemberian Tom. Kuketik kata demi kata dengan
cepat dan penuh emosi, lalu kukirim ke nomor orang gila itu. “Harusnya kau
membunuhku saja bangsat!” kemudian ia pun membalas “Aku tak mungkin melakukan
hal itu, sayang... kau tampak cantik sekali dengan piyama berwarna merah muda
itu.”
Aku langsung tersentak kaget, apa dia seorang pengintai gila? Dari
seberang jalan, tepatnya di dalam rumah itu tampak sesosok bayangan hitam. Aku
dapat melihat dengan jelas saat jari telunjuknya seakan menulis sesuatu di kaca
jendela, aku tak tau apa yang ia tulis, tapi yang aku tau hanyalah sebuah tanda
love yang ia rangkai dengan perlahan. Aku pun
langsung masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu.
“Ada apa Cerin? Mengapa kau tampak seperti orang yang baru
dikejar-kejar anjing?” ucap ibu sambil menghampiriku karena ia penasaran dengan
suara gaduh yang kutimbulkan akibat menutup pintu terlalu keras dan
terburu-buru.
“Hmmmm.... tidak ada apa-apa Bu, aku hanya merasa heran.”
“Heran? Heran kenapa?”
“Rumah di seberang jalan itu Bu, bukankah tidak ada penghuninya?”
jawabku sambil menunjuk rumah itu.
Ibu memandangku dengan aneh lalu berkata. “Sayang apakah kau lupa
dengan keluarga Jake, ya... Jake McCartney?”
“Jake? Jake siapa Bu? Aku tak ingat sama sekali.”
Ibuku seakan kaget dengan jawabanku “Hah? Sayang... Jake adalah
sahabatmu yang meninggal ketika kau berusia 9 tahun.”
Ya Tuhan... aku baru ingat, rumah itu adalah milik keluarga Jake,
Jake adalah sahabat kecilku, kami selalu bermain bersama. Hingga suatu hari
kami bermain sebuah permainan. Ya, sebuah permainan yang bernama truth or dare, karena pada saat itu aku
memilih dare maka aku harus melakukan
suatu tantangan yang diberikan oleh teman-temanku. Teman-temanku akhirnya
memaksaku untuk menikah dengan Jake, dan tentunya itu hanyalah sebuah
permainan. Akan tetapi keesokan harinya Jake meninggal sama seperti halnya Tom,
Jake juga ditemukan tewas dalam keadaan beberapa luka tusuk di bagian perut dan
dadanya. Orang tua Jake sangat terpukul, bahkan ibunya langsung meninggal
akibat serangan jantung setelah mengetahui bahwa Jesse lah yang membunuh Jake.
Jake dan Jesse merupakan saudara kembar yang sangat mirip, namun keduanya
memiliki sifat yang bertolak belakang. Jake memiliki sifat yang ramah dan mudah
bergaul dengan siapa saja, sedangkan Jesse merupakan anak yang sering
menyendiri dan jarang bicara.
Terakhir, aku mendengar bahwa Jesse dibebaskan karena masih di
bawah umur, akan tetapi ia tetap harus menjalani masa penyembuhan di rumah
sakit jiwa, tapi menurutku Jesse bukanlah gila! Tapi ia memanglah seorang
pembunuh!.
Mengapa aku baru sadar setelah semuanya terlambat?? Semua kejadian
yang ku lalui ini, mengapa yang terbunuh adalah teman laki-laki yang dekat
denganku??? Dulu aku belum bisa berpikir terlalu jauh saat Jake meninggal
karena saat itu usiaku baru 9 tahun! Jake meninggal sehari setelah bermain
pernikahan denganku, dan sesosok bayangan yang kulihat di rumah Jake, apakah
itu Jesse??? Jesse, anak laki-laki pendiam itu dulu sering memperhatikanku
sambil tersenyum ketika aku sedang bermain di rumah Jake, ya... senyuman yang
kurasa sangat ganjil.
Malam ini mataku tak bisa terpejam, aku masih terbayang-bayang
dengan kata-kata ibuku yang bilang bahwa Jesse lah yang membunuh Jake saudara
kembarnya sendiri. Aku seringkali menonton film-film yang bergenre pembunuhan sadis hanya karena
hal-hal sepele, tapi tak pernah terpikir olehku jika hal itu akan benar-benar
terjadi dalam hidupku. Selama ini aku tak mudah untuk bergaul dengan seorang
laki-laki, ya mungkin itu karena sikapku yang sedikit tertutup, tapi sekalinya
aku memiliki teman dekat laki-laki maka temanku itu akan bernasib tragis.
Hufft... ini benar-benar tak adil! Aku
berdiri dan melangkah maju menuju jendela di kamarku yang telah terbuka lebar,
aku memandang jendela di seberang jalan sana, aku ingat dulu ketika aku masih
kecil Jake sering melemparkan kerikil ke arah jendela kamarku, kemudian saat
aku membuka jendela ia akan bersembunyi, tapi aku bisa mendengar tawanya.
Terkadang aku marah dan tak mau berbicara padanya, namun ia tetaplah seorang
anak laki-laki yang menyenangkan.
Aku ingin membalas dendam! Aku benci pembunuh bajingan itu! Aku
pasti akan membalas kematian kedua sahabatku! Aku bersumpah Tuhan!. Ku kepalkan
tangan ini, tiba-tiba jendela di rumah Jake terlihat seperti terbuka sedikit,
aku segera menutup jendela kamarku dengan tergesa-gesa, dari sela-sela tirai
jendela yang terbuka aku bisa melihat sesosok anak laki-laki, usianya kira-kira
sama sepertiku dan dia sangat mirip dengan Jake! Tidak salah lagi itu pasti
Jesse!.
Dan tiba-tiba...
biipp...biipp... suara message masuk, aku sedikit enggan membukanya, aku
takut message itu berasal dari orang miserius itu lagi.Tapi
karena penasaran, dengan terpaksa aku membukannya. Huffft... ternyata itu dari
temanku Lucy, ya dia merupakan teman sekolahku. Ia berniat untuk
memperkenalkanku dengan teman lelaki satu kelasnya. Ahhh... aku tak berani! Aku
tak mau laki-laki yang akan diperkenalkan kepadaku itu bernasib sama seperti
kedua sahabatku yang telah tiada. Maka dengan terpaksa aku menolak ajakan Lucy,
tapi bukan Lucy namanya jika tak pintar merayu, ia terus berusaha membujukku,
tapi aku tetap teguh pada pendirianku ini. Tapi tunggu, sampai kapan aku harus
seperti ini? Apa untuk selamanya aku tak bisa memiliki teman laki-laki? Apa aku
tak bisa memiliki seorang pacar? Apa aku tak bisa memiliki suami di masa depan?
Uhhhh... aku benar-benar frustasi! Aku tau Jesse memiliki wajah yang tampan
sama seperti Jake, tapi siapa yang ingin memiiki pacar seperti dia yang tak
lain adalah seorang pembunuh? Pasti tidak ada, dan tidak mungkin ada yang mau
memiliki pacar seorang pembunuh! Jesse yang gila! Jesse yang tak punya rasa
kasihan! Dia adalah lelaki kejam yang tega membunuh seseorang hanya karena
hal-hal sepele. Mengapa dia harus lahir dan menjadi saudara kembarnya Jake?
Seharusnya kau bunuh dia saja Tuhan!.
Setelah beberapa menit kemudian Lucy kembali mengirim message kepadaku yang isinya bahwa ia akan tetap
mengenalkanku dengan lelaki itu karena menurut Lucy dia sangat cocok denganku.
Biipp biipp... handphone sialan itu kembali berbunyi, aku segera
membuka message yang masuk. Sial...!
kupikir itu dari Lucy...!
Isi pesan : “Apa kau sudah tidur sayang? Kau tau? Aku tak bisa
tidur karena terbayang wajah cantikmu saat berdiri di depan jendela tadi.” Oh
God... ternyata dia? Jadi dia tau bahwa aku memperhatikan rumahnya.
Aku pun langsung membalas pesannya : “Bagaimana kau tau?”
“Aku dari tadi memperhatikan jendela kamarmu sayang, andai kau tau
aku dari dulu selalu memperhatikanmu.” Uhhh... dia benar-benar menyebalkan!
Tak lama kemudian ia mengirim message
lagi : “Coba kau lihat kemari
sayang, aku ingin menggapai dan memelukmu.”
Aku jijik dengan kata-kata orang gila itu! Tiba-tiba aku
dikagetkan dengan suara ketukan yang berasal dari jendela kamarku. Karena
penasaran aku mengitip di balik tirai jendela. Brukkk! Aku langsung terjatuh ke
belakang karena rasa kaget yang luar biasa. Di luar sana aku dapat melihat
seseorang memakai jubah hitam dengan wajah ditutupi sebuah topeng yang seram.
Laki-laki itu melambaikan tangannya dan berkata... : “Buka sayang...! aku
sangat ingin berbicara langsung denganmu...! ayo... kemarilah biarkan aku
memelukmu!”... aku segera berlari keluar kamar dan menuju kamar kakakku. Aku
mengetuk-ngetuk pintu kamar kakakku dengan keras sambil bercucuran keringat.
Kakakku membuka pintu dengan kesal, tapi aku tak memperdulikannya, aku pun
langsung membantingkan tubuhku ke atas ranjang dan bersembunyi di balik
selimut.
“Hey Cerin...! ada apa?” kakakku terlihat begitu cemas.
Karena suara gaduh yang dikeluarkan saat aku mengetuk pintu kamar
kakakku, akhirnya kedua orang tuaku langsung terbangun dan menghampiriku.
“Cerin... apa yang terjadi?” tanya ayahku dengan cemas.
Aku menyerah untuk menutupi semua ini lebih lama. Aku harus menceritakannya
kepada mereka!! Ya, aku harus!!!.
Setelah menceritakan semua hal yang telah terjadi, ayahku tampak
geram dan begitu marah. Ia segera mengambil pistol di laci kamarnya dan segera
keluar untuk mencari orang keparat itu. Aku tau ayah begitu sayang kepadaku, ia
tak akan terima jika anaknya diperlakukan seperti ini, ia sangat benci ketika
melihat anak-anaknya bersedih.
Aku, ibu, dan kakakku berusaha untuk menghalanginya, akan tetapi
tekad ayahku sudah bulat. Ia menyuruh kami agar tetap di dalam rumah. Kami
semua menunggu dengan cemas. Tapi tak lama kemudian... Dooooorrrrrrrr!!!
Terdengar suara tembakkan. Aku segera berlari ke luar rumah dan langsung
berteriak ketika melihat darah telah berceceran di lantai.
Doooorrrrr!!! Terdengar kembali suara tembakkan untuk kedua
kalinya, tapi kali ini suara itu berasal dari halaman depan rumahku. Aku segera
berlari dengan rasa takut yang amat besar, tapi sebelum pergi ke arah suara itu
aku terlebih dahulu pergi ke dapur untuk
mengambil sebilah pisau lalu kusembunyikan di balik jaket tebal yang kukenakan.
Aku pun keluar, seketika itu juga aku langsung berteriak histeris ketika
melihat lebih banyak darah yang berceceran di atas tanah. Tapi tak seorang pun
yang kulihat disana. Dimana ayahku? Dan dimana orang gila itu? Aku melihat ke
sekeliling halaman rumahku dan langsung berlari ketika kudapati bahwa pagar
rumahku telah terbuka lebar. Aku harus menyelamatkan ayahku! Tak akan kubiarkan
lelaki bajingan itu menyakitinya Tuhan...!
Sepanjang jalan aku terus mengikuti arah darah yang terus menetes,
aku berharap itu bukan darah ayahku. Aku berlari dengan sekuat tenaga. Tapi
mengapa aku tak kunjung menemukan ayahku? Tiba-tiba tetesan darah itu mulai tak
terlihat, aku bingung harus kemana?, aku hanya bisa mengikuti naluri hatiku.
Jika terjadi apa-apa dengan ayahku, kali ini aku akan menghabisi bajingan itu!.
Akhirnya aku sampai di taman dan di sana terdapat sebuah danau yang jaraknya
tak jauh dari rumahku. Aku tertegun sejenak dan mengamati tempatku berada. Dari
arah timur aku mulai melihat sinar mentari mulai muncul dari persembunyiannya
menggantikan gelapnya sang malam.
Samar-samar aku mendengar suara rintihan laki-laki, aku pun
langsung mencari sumber suara itu. Aku mengeluarkan pisau yang tadi kusimpan di
balik jaket dan kugenggam erat dengan tangan yang terasa gemetar ini.
Krekkk...”Hufffft” aku mendengus kesal karena ranting-ranting yang kuinjak
menghasilkan suara yang bisa saja membuat orang itu curiga. Aku melangkah
dengan perlahan di antara pepohonan di taman itu, sebenarnya mengerikan juga
jika harus sendirian berada di sini tanpa mengetahui apa yang sebenarnya akan
kuhadapi sekarang.
“Apa yang kau lakukan di sini sayang...?”
Aku hampir saja terjatuh akibat mendengar suara laki-laki di
hadapanku sekarang. Badannya tegak , berkulit putih, dan sedikit kumis tipis di
bagian atas bibirnya yang mungil. Tapi aku merasa heran, ya... mungkin sangat
heran, ternyata ia tak memiliki tangan kanan.
“Jesse...!!!” aku terpekik
pelan ketika ia mulai menghampiriku, tubuhnya telihat lemah dengan
terdapat luka di bagian samping perutnya, darah terlihat begitu banyak di sana.
Aku rasa orang ini akan segera menemui ajalnya. Tapi ternyata aku
salah! Jesse masih memiliki kekuatan untuk menghampiriku dan tangannya seolah
menggapaiku dalam pelukannya. Aku terus mundur seolah tak ingin disentuhnya,
aku jijik dengan tangan itu. Tangan yang telah membunuh banyak orang bagai
barang haram yang tak boleh menyentuhku.
“Jangan sentuh aku Jesse...! kau begitu menjijikan!”
Jesse tersenyum getir, air
mata terlihat membasahi pipinya. Tapi aku tak mau tertipu! Ia pasti sedang
berpura-pura. Aku sering melihat film-film tentang orang-orang seperti dia yang
sangat pandai berbohong dan licik. Aku terus melangkah kebelakang untuk
menghindar dari Jesse, tanpa kusadari tenyata langkah kakiku sudah mencapai
tepi danau. Karena aku terus mencoba menghindari Jesse akhirnya aku pun
terjatuh ke danau tapi... seseorang memegang tanganku dan menahannya agar aku
tak terjatuh ke danau, ya... tangan yang tidak asing lagi bagiku, tangan yang
sangat menjijikan itu, Jesse mencoba menahanku agar aku tak terjatuh. Tapi
mengapa? Mengapa ia melakukan ini? Bukannya ia selalu mengganggu hidupku?
Mengapa dia tak membiarkanku jatuh? Mungkin dengan itu dia akan merasa senang.
Ya, jika aku mati...
“Lepaskan tanganku Jesse!!! Aku sangat membenci tangan
menjijikanmu itu!” ucapku sambil melepaskan tanganku dari genggamannya dengan
paksa.
“Kau membenci ku?”
“Iya...!!! tentu saja...!” ucapku dengan gemetar. Jesse menatap
mataku lekat-lekat sambil tersenyum.
“Dimana ayahku Bodoh?!!”
Jesse menengok ke belakang. “Aku rasa dia akan segera datang, tapi
ayahmu sangat lamban untuk mengejar laki-laki yang telah tak berdaya ini.”
Huffft syukurlah ayahku tak apa-apa, jadi sudah jelas sekarang
darah itu adalah darah Jesse, dialah yang tertembak oleh ayahku.
“Kau pasti sangat membenciku kan? Tapi semua ini kulakukan hanya
karena aku terlalu takut kehilanganmu sayang.” Jesse pun terdiam dan berkata...
Just close your eyes
The sun is going down
You’ll be allright
No one can hurt you now
Come morning light
You and I’ll be safe and sound...
Tunggu, tapi
kurasa dia sedang menyanyikan sebuah lagu, ya... sebuah lagu, walaupun tak
begitu jelas dan samar-samar terdengar olehku. Lagu yang tak asing lagi bagiku,
lagu yang merupakan lagu favoritku sekaligus mengingatkanku pada suatu
peristiwa yang hampir saja merenggut nyawaku.
“Apa kau ingat dulu sewaktu kecil kau sering duduk di pinggir
danau sambil menyanyikan lagu ini? Kemudian kau terjatuh akibat temanmu yang
mengagetkanmu dari belakang? Dan apa kau ingat siapa yang menyelamatkanmu
sayang? Apa kau ingat siapa yang rela harus kehilangan tangan kanannya demi
menyelamatkanmu dari buaya? Apa kau ingat?!!!”
Aku benar-benar tak mengerti dengan apa yang dibicarakannya,
bukankah yang menyelamatkanku waktu itu adalah Jake?!
“Apa kau pikir aku bodoh? Yang menyelamatkanku adalah Jake!!!
Bukan kau Jesse!!!”
“Just close your eyes and open your heart, then listen for the
truth.” Jesse pun terdiam sejenak dan kembali berkata sambil terseyum getir.
“Jake tak pernah suka air Cerin...”
“Tapi aku hanya melihat Jake ketika aku siuman.” Aku benar-benar
tak percaya dengan semua ini! Apa benar dia yang menyelamatkanku?.
“Apa ada orang yang tega melihat anak laki-laki dengan tangan yang
nyaris putus? Mereka yang ada di sana langsung mambawaku ke rumah sakit
Cerin... tapi aku menyesal, bahkan sangat menyesal, mengapa mereka harus
membawaku ke rumah sakit? Harusnya aku menunggumu siuman agar kau tau bahwa
akulah yang menyelamatkanmu Cerin...!!!”
“Jika kau menungguku siuman, maka kau akan mati karena kehabisan
darah Jesse...”
“Aku tau Cerin... tapi itu tak mengapa, karena aku benar-benar
menyayangimu.”
Ya
Tuhan.... aku tak tau bahwa dia begitu tulus, tapi semua itu telah terlambat,
bahkan sangat terlambat untuk menyesalinya, ia tetaplah seorang pembunuh!.
Jesse mengepalkan tangan kirinya, lalu menatap
mataku tajam-tajam. “Aku marah dengan Jake! Aku cemburu dengannya! Akulah yang
berkorban! Tapi mengapa dia yang kau puji? Mengapa dia yang menerima pelukan
hangat darimu? Mengapa? Mengapa bukan aku Caroline?!!”
Aku
hanya bisa diam... diam... dan membisu, bibirku terasa kaku bahkan tak bisa
mengucapkan satu kata pun. Semua yang dilakukan Jesse itu juga salahku! Akulah
yang salah mengira, akulah yang membuatnya melakukan pembunuhan terhadap Jake.
Siapa yang bisa menerima jika harus melihat orang yang dicintainya bahkan sudah
berkorban hingga mempertaruhkan nyawanya bersama laki-laki yang mengaku-ngaku
telah berkorban untuknya? Padahal Jesse lah yang sudah bersusah payah berkoban
untukku! Ohhh Tuhan.... mengapa aku begitu bodoh?!.
Jesse
pun kembali melangkah maju dengan tubuh tak berdayanya. “I love you Cerin... I
just love you, and always love you till the end.” Dan tubuhnya pun roboh dalam
dekapanku, ia meninggal.
“I’m
sorry Jesse...”
Karya : Sefti Nur’ afandi - X IPA 2