Rabu, 25 September 2013 - 0 komentar

MYSTERIOUS MESSAGES

Maybe there’s nothing better than revenge”


“Aku tau semua hal yang terjadi dalam hidupku memang tak dapat kuubah, tapi semua itu telah mengubah hidupku” – Caroline  Roth
“Kata selamanya terlihat seperti waktu yang sangat lama tapi selama kita bersama orang yang kita sayangi, kata selamanya tidaklah cukup” – Tom Hamblett
“Just close your eyes and open your heart, then listen for the truth” –  Jesse McCartney

Just close your eyes
The sun is going down
You’ll be allright
No one can hurt you now
Come morning light
You and I’ll be safe and sound...

            Entah mengapa setiap kali kumendengar lagu itu, aku selalu teringat kenangan pahit yang terjadi di masa lalu. Lagu itu selalu mengingatkanku pada pengorbanan seseorang yang begitu besar sekaligus rasa penyesalanku yang mendalam dan hingga  saat ini hal itu tak henti-hentinya menghantuiku.
            Namaku Caroline, teman-temanku biasa memanggilku dengan sebutan Cerin, aku memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Veronica, dia begitu menyayangiku seperti halnya sikap seorang kakak terhadap adiknya. Aku juga berasal dari keluarga yang orang tuanya terbilang masih utuh, dan itu merupakan salah satu hal yang membuatku selalu bersyukur kepada Tuhan. Bukankah sangat menyenangkan ketika kita mendapat kasih sayang yang cukup dari kedua orang tua kita? Ya, memang tidak sedikit anak di luar sana yang tidak memiliki orang tua bahkan keluarga, tapi apa salahnya jika kita selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita? Disamping itu juga aku memiliki seorang sahabat yang selalu menghiburku, membuatku merasa sangat nyaman dan tersenyum bahagia, tapi tidak sebelum suatu hal yang buruk terjadi dalam hidupku dan itu benar-benar membuatku merasa sangat menyesal atas apa yang telah terjadi. Aku tau semua hal yang terjadi dalam hidupku memang tak dapat kuubah, tapi semua itu telah mengubah hidupku.
***
Ketika aku berusia 14 tahun ayahku tak sengaja menemukan sebuah handphone  yang terletak tak jauh dari halaman rumah kami, tadinya ia berusaha mencari siapa pemilik dari handphone  tersebut dengan cara menanyai tetangga-tetangga di sekitar rumah kami, akan tetapi hal itu tak membuahkan hasil. Karena tak ada seorang pun yang mengetahui siapa pemilik asli handphone  tersebut akhirnya ayah memberikannya kepadaku. Aku sangat senang dan tak sempat mengganti nomor di handphone  tersebut. Aku asyik membuka setiap fitur yang ada di handphone  itu, aku benar-benar merasa seperti menemukan mainan baru yang terbaik dalam hidupku.
Sekitar 15 menit kemudian ada message masuk.. “Hey sayang...” karena iseng aku pun membalasnya. “Kau siapa?”... sekitar 3 menit kemudian ia pun membalasnya “Aku adalah orang yang sangat mencintaimu, aku senang kau telah memiliki handphone  sendiri sayang...” Aku pun tersentak kaget, apa-apaan ini? Apa dia seorang penguntit seperti yang ada di film-film horor yang biasa kutonton bersama Tom?... aku malas membalas message  darinya jadi kuputuskan untuk menyimpannya di atas meja belajar lalu pergi ke dapur untuk mengambil air minum karena aku mulai merasa haus.
Siapa dia sebenarnya? Apa mungkin dia orang yang berniat berbuat jahat kepadaku? Pertanyaan itu selalu berputar-putar dalam benakku dan mulai membuatku merasa cemas. Hmmm... mungkin itu hanya perasaanku saja. Mungkin saja dia hanya orang yang mengenal pemilik asli handphone  itu. Ah sudahlah, untuk apa aku memikirkan hal yang tidak penting seperti itu.
Satu  jam kemudian aku kembali ke kamar untuk mengambil kembali handphone tersebut, dan betapa terkejutnya aku saat melihat 8 message dari orang misterius itu. Message 1 : “Hey sayang... sedang apa kau sekarang?”... Message 2 : “Sayang apakah kau masih di kamarmu?”... Message 3 : “I miss u sayang...” Message 4 : “Hey...! bisakah kau membalas messageku?”... Message 5 : “Dasar bocah jalang!!! Beraninya kau mengabaikanku!” Message 6 : “Kau akan menyesal karena telah seperti ini sayang!!!”... Message 7 : “Oh.. c’mon, kau tak membalas message ku sama sekali???”... Message 8 : “Lihat saja nanti, kau akan merasakan akibatnya hahahaha”... Saking takutnya tanpa kusadari semua bulu kudukku berdiri, dengan tangan gemetar kugenggam handphone  itu lalu kumatikan dan kuputuskan pergi ke rumah Tom untuk menceritakan hal itu.
Aku sangat senang karena Tom mau mendengarkan ceritaku, walaupun ketika aku menceritakannya dia sedikit tak percaya dan malah meledek sambil menertawakanku. Akan tetapi, walau bagaimana pun juga ia tetaplah sahabat terbaikku yang selalu membuatku merasa nyaman dan ada setiap kali aku membutuhkannya.
            Karena terlalu asyik menceritakan hal itu kepada Tom sampai-sampai aku lupa waktu untuk pulang. Untung saja jarak  antara rumahku dan Tom tak terlalu jauh maka kuputuskan untuk memilih jalan kaki saja.
Tak terasa senja telah tiba dan langit pun menggelap. Aku mulai melangkahkan kakiku untuk pulang. Jalanan di sekitarku terlihat sangat sepi dan sunyi, hanya suara hembusan angin yang menusuk tulang dan langkah kakiku saja yang dapat kudengar. Akan tetapi di tengah-tengah perjalanan pulang, aku mulai merasakan ada seseorang yang mengawasiku dari belakang. Aku merasa sangat cemas dan ketakutan. Oh... c’mon yang benar saja? mungkin ini hanya perasaanku saja yang sedang kacau karena telah menerima message  dari orang aneh itu. Tapi tunggu, aku dapat merasakan langkah kakinya, ya... dia semakin cepat dan dekat. Kuputuskan untuk menoleh kebelakang tapi kuurungkan niat itu, karena aku tak cukup punya nyali untuk melakukannya dan kini hanyalah rasa cemas dan takut yang semakin menyelimutiku. Aku mulai mempercepat langkah kakiku akan tetapi aku dapat merasakan kalau langkah seseorang di belakangku jauh lebih cepat... cepat...  dan semakin mendekat. Oh Tuhan... aku sangat merasa takut sekarang, kupejamkan mataku berharap agar rasa takut itu memudar. Tapi ternyata aku salah, justru aku malah merasa semakin takut dan sekarang orang itu tepat berada di belakangku. Ya... sangat dekat mungkin hanya berjarak beberapa centimeter  saja bahkan sekarang aku dapat merasakan dengan jelas hembusan napasnya, hembusan napas yang membuat rasa takutku mencapai puncaknya, lalu....
            “Hey, Cerin tunggu...!!!” ucap Tom dengan napas terengah-engah sambil memegang pundakku dan hapir saja membuat jantungku benar-benar copot.
            “Ternyata kau Tom, syukurlah aku kira kau orang misterius itu. Kau tau? Kau hampir saja membuatku mati berdiri di sini...!”
            “Hahahaha....Lantas itukah alasanmu berjalan secepat tadi??? Lihatlah kau tampak sangat pucat dengan keringat bercucuran di pelipismu.” ucapnya  sambil tertawa dengan nada sedikit meledek.
            “Apa kau pikir itu sebuah lelucon hah?” ucapku sambil menatap tajam mata kucingnya dan menaikkan nada bicaraku.
            “Oke...wait, stop  menatapku seperti itu, karena itu membuatku merasa tidak nyaman.”
            “Lantas mengapa kau mengikutiku? Apa kau juga seorang penguntit hah?”
            “Wow...! kau terlihat sangat emosi sekarang dan andai kau tau, itu membuatmu tampak semakin mempesona.”
            “Oh c’mon shut up...!!!“  kali ini aku benar –benar emosi dan merasa muak padanya.
            “Keep calm... oke aku akan menjawabnya....hmmmm... aku” 
            “Ah sudahlah aku hanya membuang waktuku saja di sini.” aku pun berbalik meninggalkannya dan memulai langkahku kembali, akan tetapi dengan segera Tom menahan tanganku.
            “Hey...! bisakah kau menunggu dan membiarkanku untuk menyelesaikan pembicaraanku ??? Oke, jadi begini... aku sengaja mengikutimu karena.... a-a-akuuu... khawatir padamu.”
            “What? Hahahahaha... it’s fun...!!!”
            “Hey... kau pikir itu lucu? Oh God... aku tidak sedang bermain stand up comedy sekarang.” ucapnya dengan raut wajah kebingungan dan itu malah membuatku tertawa semakin keras.
            “Hahahahaha....Yeah....Itu memang lucu Tom.”
            Di sepanjang perjalanan kami banyak berbincang-bincang dan tertawa bersama. Karena kau tau? Seperti biasa, selain dia selalu membuatku merasa nyaman berada di sampingnya dia juga sering membuatku tertawa terbahak-bahak bahkan sampai membuat perutku sakit walaupun tidak  jarang ia membuatku muak karena tingkahnya akan tetapi ia tetaplah lelaki yang baik dan menyenangkan. Tak terasa akhirnya aku dan Tom telah tiba tepat di halaman depan rumahku.
            “Terima kasih Tom, karena kau telah mau mengantarkanku pulang.” ucapku sambil memberikan senyuman kecil kepadanya.
            “It’s okey, itu memang sudah menjadi tugasku untuk menjaga orang yang benar-benar kusayangi.” ucapnya sambil membalas senyumanku.
Ya, walaupun aku sudah tau, tak perlu bicara seperti itu pun aku tau bahwa Tom memang benar-benar menyayangiku, dan seperti halnya dia aku pun memang menyayanginya, sangat menyanginya bahkan aku sudah menganggapnya sebagai bagian dari keluargaku.
            Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamar lalu menghempaskan tubuh lelahku di atas ranjang. Terbayang olehku saat-saat aku bersama Tom, tertawa dan becanda bersama akan tetapi di atas bayang-bayang itu entah mengapa tiba-tiba terbayang olehku bahwa aku akan kehilangan Tom. Oh Tuhan... tak pernah terbayang olehku jika aku harus kehilangannya, orang yang sangat kusayangi, orang yang selalu menghiburku, orang yang selalu ada kapanpun aku membutuhkannya di samping kesibukan orang tuaku yang terkadang tak ada saat aku membutuhkan mereka. Ayolah Cerin, ini hanyalah perasaanmu saja yang terlalu berlebihan.
Keesokan harinya aku langsung membeli nomor baru untuk mengganti nomor handphone  tersebut. Berharap agar ia tak kembali menerorku, tapi ternyata aku salah, sangat salah menyangka dan berharap dia tak akan menerorku dengan sms-sms aneh dan ancaman yang mengerikan. Bahkan kali ini smsnya jauh lebih mengerikan dan membuatku merasa sangat takut. Tak lama kemudian nomor misterius itu kembali mererorku dengan pesan-pesan singkatnya yang cukup membuatku bergidik ngeri. Salah satu sms yang selalu ku ingat adalah “Aku akan memotong-motong tubuh kotor seseorang yang selalu membuatku cemburu dan akan membuangnya ke sungai, I love u Caroline!”... Ya Tuhan... ku kira orang misterius itu adalah orang yang mengenal pemilik asli handphone  ini, ternyata dugaanku salah! Hufft... aku sangat khawatir sekarang. Okey, tenangkan dirimu Cerin... ya, mungkin dia hanya ingin menakut-nakutimu saja.
Aku mulai muak dengan semua teror murahan ini! Terakhir orang itu semakin menggila dengan meneleponku tiap malam, kakakku mulai menanyakan hal ini, tapi aku tak pernah berani untuk menceritakan padanya. Saking takutnya aku langsung membuang handphone  terkutuk itu dan aku tak pernah berani untuk memiliki handphone  hingga umurku menginjak 17 tahun.
Tepatnya di hari ulang tahunku, pada malam harinya aku kembali dikejutkan oleh ulah seseorang, tapi kali ini bukanlah sebuah teror ataupun ancaman yang mengerikan dari orang misterius seperti yang terjadi  3 tahun yang lalu. Tom sahabatku memberikan sebuah kado istimewa berisikan sebuah handphone  seri terbaru dengan warna merah yang merupakan warna favoritku. Aku langsung berteriak kegirangan dan memeluknya erat-erat kemudian mengecup lembut pipinya. Kami banyak menghabiskan waktu berdua, ya... hanya kami berdua tapi tetap ditemani oleh gemerlapnya bintang-bintang di langit.
“Hey Tom! Bisakah kau menghitung bintang-bintang itu? Lihatlah mereka semua terlihat sangat indah dan mempesona menghiasi langit!” ucapku dengan penuh semangat sambil menunjukan jari jemariku ke arah lagit.
“Tentu saja aku bisa, kau tahu? Selama kau berada di sampingku tak perduli berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghitung bintang-bintang itu, pasti akan kulakukan.” ucapnya dengan nada yang lebih bersemangat. Tapi entah mengapa jawabannya itu justru malah membuatku merasa sedih.
“Tom....”
What?”
“Akankah kau selalu berada di sampingku dan menjagaku untuk selamanya?”
“Hey,what’s wrong? Mengapa kau memberikanku pertanyaan seperti itu?”
“Hmmmm... Nothing, mungkin aku hanya takut kehilanganmu Tom. Tapi kurasa jika kau berjanji padaku untuk berada di sampingku dan menjagaku selamanya, mungkin itu akan sedikit mengurangi rasa takutku.”
“Yeah, tentu saja ... tapi apakah kau tau?”
“Tau apa? Kau ini lucu Tom, bagaimana aku tau kau saja belum memberi tauku.”
“Cerin... kau memang tak pernah berubah. Selalu saja memotong pembicaraanku sebelum aku menyelesaikannya.”
“Hahahaha.... yeah aku memang seperti itu. Maybe, okey mulai sekarang aku berjanji tidak akan memotong pembicaraanmu lagi.”
“Yeah, itu terdengar lebih bagus. Apa kau bilang tadi? Selamanya?” tiba-tiba Tom terdiam dan raut wajahnya berubah menjadi sedih lalu ia pun menundukan kepalanya, suasana berubah menjadi  sunyi. Mengapa Tom bertanya seperti itu? Apa ada yang salah dengan kata itu atau apa? Entahlah yang jelas itu membuatku semakin khawatir dan takut kehilangannya.
“Ya, selamanya. Apa ada yang salah dengan kata itu?”
Ya Tuhan..  aku mulai merasa sangat khawatir. Entah mengapa, tiba-tiba aku kembali teringat ancaman-ancaman mengerikan pada pesan singkat yang dikirim oleh orang misterius itu. Hey Cerin... c’mon wake up! Sampai kapan kau akan seperti ini? Dia hanyalah orang aneh yang ingin menakut-nakutimu saja dengan ancaman murahan yang dikirimnya lewat sms. Ya... aku harus melupakannya, tapi mengapa Tuhan... rasanya begitu sulit?, mungkin aku hanya terlalu takut kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Ya, percayalah Cerin everythings gonna be allright  dan tak ada seorang pun yang akan mengganggu hidupmu lagi! Tapi entahlahlah, mungkin hanya waktu yang akan menjawabnya.
Tak lama kemudian, Tom pun kembali melanjutkan pembicaraannya. Tapi kali ini tersirat dalam wajahnya keseriusan yang mendalam. Aku hanya mampu menatapnya dengan bingung dan penuh rasa penasaran.
            “Apa kau tau? Kata selamanya terlihat seperti waktu yang sangat lama tapi selama kita bersama orang yang kita sayangi, kata selamanya tidaklah cukup.” ucap Tom sambil menatap tajam mataku dan memberikan senyuman terindah yang sebelumnya tak pernah kulihat.
Tanpa kusadari butiran air mata membasahi pipiku. Aku benar-benar merasa senang, setidaknya dengan Tom menjawab seperti itu mungkin bisa sedikit mengurangi rasa takutku akan kehilangannya. Tapi ternyata aku sangat keliru, sangat keliru dan benar-benar bodoh jika aku berharap tidak akan pernah kehilangannya, justru itulah senyuman sekaligus kata-kata terakhirnya. Ya... senyuman terindahnya yang pernah kulihat dan kata-kata yang membuat butiran air mata menetes di pipiku. Tapi inilah masa-masa indah terakhirku bersama Tom, karena setelah malam itu dia tak pernah terlihat lagi, setiap kali aku mengunjungi rumahnya ia selalu menolak untuk kutemui. Aku sangat sedih, sampai kabar buruk itu pun datang. Tom, sahabatku tersayang telah ditemukan tewas dengan beberapa luka tusuk akibat tikaman pisau di bagian dada dan perutnya. Aku menangis terisak-isak saat mengetahui berita itu. Aku benar-benar merasa sangat sedih dan frustasi karena telah kehilangan satu-satunya sahabat terbaikku,tapi apa yang bisa aku perbuat? Apa yang bisa kuperbuat selain menangisi dan menyesali kepergiannya? Ia sangat baik Tuhan... mengapa harus dia? Segala macam pertanyaan dan penyesalan terus berkecamuk dalam pikiranku.
“Tolong ceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi pada Tom tante....” aku mengiba sambil bercucuran air mata. Tante Jesy hanya diam membisu sambil menatap kosong ke tempat peristirahatan terakhir putra kesayangannya. Kemudian ia menatap mataku dengan tajam, tapi aku tau di sana ada rasa takut yang luar biasa. Tiba-tiba ayahnya Tom menghampiriku dan berkata...
“Ibunya Tom masih merasa sangat terpukul Cerin... ia seperti orang ketakutan. Pembunuh itu telah memberikan trauma yang hebat terhadap keluarga kami. Ia mengambil putra semata wayang kami...” ucap ayah Tom dengan sangat hati-hati, ia seperti takut jika ada orang lain yang mendengar percakapan kami.
Beberapa menit kemudian telepon selular pemberian Tom pun berbunyi, ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tak kukenal. Pesan itu berisi : “Tak ada laki-laki lain yang boleh memelukmu sayang, ia telah mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya padamu. Aku akan menghabisi semua laki-laki yang mendekati kekasihku. Karena aku tak akan bisa menahan diri akibat rasa cemburu ini, rasa cemburu ketika melihatmu bersama laki-laki bangsat itu, di malam tepat pada hari ulang tahun mu sayang.”...
Ya Tuhan... apakah yang dimaksud orang ini adalah Tom? Jadi dialah pembunuh sahabatku! Seketika tubuhku roboh ke tanah sambil menatap batu nisan itu. Ya, aku ingat, Tom pernah berkata bahwa selama satu minggu belakangan ini ia selalu menerima teror sampai-sampai ia tak berani untuk keluar rumah. Tapi pada malam itu ayah dan ibunya harus pergi karena ada kepentingan mendadak, di rumah besar itu hanya ada Tom, satu pembantu wanita dan seorang satpam. Aku heran, mengapa satpam itu tak bisa menghandle  seorang pembunuh? Kemana saja dia? Ternyata satpam muda itu juga terbunuh dengan pisau yang menancap di dadanya, sedangkan pembantu wanita itu disekap dan dianiaya kemudian dibunuh dengan dipaksa untuk meminum racun serangga. Aku bergidik ngeri sekaligus merasa bersalah. Karena aku, tiga orang yang tak bersalah harus meregang nyawa dengan cara yang mengenaskan.
Dengan tangan gemetar aku langsung membalas sms orang itu, aku mengetik huruf demi huruf. “Mengapa kau melakukan semua ini? Apa salahku dan Tom?”. Kemudian ia membalas. “Tak ada alasan lain sayang, ia telah merebutmu dariku.” Rasanya aku sangat ingin membanting handphone  ini! Aku sangat membenci orang ini. “Jangan ganggu aku lagi!” ia pun membalasnya “ Aku tidak mengganggumu sayang, aku mencintaimu.” Uhhh... aku benar-benar merasa frustasi. “Kau telah mengambil sahabatku! Sekarang aku akan selalu kesepian karena Tom telah tiada.”... “Kau tak perlu khawatir sayang, Tom tidaklah pantas menemani kesendirianmu, aku lah orang yang akan selalu bersamamu, meski kau tak dapat melihatku tapi aku bisa melihatmu, kau tampak sangat mempesona mengenakan gaun hitam itu Cerin... I LOVE U Caroline...!”...
***
Aku duduk seorang diri di depan rumah, walaupun sudah larut malam suasana di sekitar rumahku masih tampak ramai dengan banyaknya anak-anak yang sedang bermain. Malam ini aku merasa sangat lelah, tampak jelas dalam ingatanku saat-saat bersama Tom, tanpa kusadari butiran air mata kembali membasahi pipiku. Ini semua salahku! Akulah penyebab kematian Tom!. Dengan cepat aku langsung mengambil telepon selular pemberian Tom. Kuketik kata demi kata dengan cepat dan penuh emosi, lalu kukirim ke nomor orang gila itu. “Harusnya kau membunuhku saja bangsat!” kemudian ia pun membalas “Aku tak mungkin melakukan hal itu, sayang... kau tampak cantik sekali dengan piyama berwarna merah muda itu.”
Aku langsung tersentak kaget, apa dia seorang pengintai gila? Dari seberang jalan, tepatnya di dalam rumah itu tampak sesosok bayangan hitam. Aku dapat melihat dengan jelas saat jari telunjuknya seakan menulis sesuatu di kaca jendela, aku tak tau apa yang ia tulis, tapi yang aku tau hanyalah sebuah tanda love  yang ia rangkai dengan perlahan. Aku pun langsung masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu.
“Ada apa Cerin? Mengapa kau tampak seperti orang yang baru dikejar-kejar anjing?” ucap ibu sambil menghampiriku karena ia penasaran dengan suara gaduh yang kutimbulkan akibat menutup pintu terlalu keras dan terburu-buru.
“Hmmmm.... tidak ada apa-apa Bu, aku hanya merasa heran.”
“Heran? Heran kenapa?”
“Rumah di seberang jalan itu Bu, bukankah tidak ada penghuninya?” jawabku sambil menunjuk rumah itu.
Ibu memandangku dengan aneh lalu berkata. “Sayang apakah kau lupa dengan keluarga Jake, ya... Jake McCartney?”
“Jake? Jake siapa Bu? Aku tak ingat sama sekali.”
Ibuku seakan kaget dengan jawabanku “Hah? Sayang... Jake adalah sahabatmu yang meninggal ketika kau berusia 9 tahun.”
Ya Tuhan... aku baru ingat, rumah itu adalah milik keluarga Jake, Jake adalah sahabat kecilku, kami selalu bermain bersama. Hingga suatu hari kami bermain sebuah permainan. Ya, sebuah permainan yang bernama truth or dare, karena pada saat itu aku memilih dare maka aku harus melakukan suatu tantangan yang diberikan oleh teman-temanku. Teman-temanku akhirnya memaksaku untuk menikah dengan Jake, dan tentunya itu hanyalah sebuah permainan. Akan tetapi keesokan harinya Jake meninggal sama seperti halnya Tom, Jake juga ditemukan tewas dalam keadaan beberapa luka tusuk di bagian perut dan dadanya. Orang tua Jake sangat terpukul, bahkan ibunya langsung meninggal akibat serangan jantung setelah mengetahui bahwa Jesse lah yang membunuh Jake. Jake dan Jesse merupakan saudara kembar yang sangat mirip, namun keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Jake memiliki sifat yang ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja, sedangkan Jesse merupakan anak yang sering menyendiri dan jarang bicara.
Terakhir, aku mendengar bahwa Jesse dibebaskan karena masih di bawah umur, akan tetapi ia tetap harus menjalani masa penyembuhan di rumah sakit jiwa, tapi menurutku Jesse bukanlah gila! Tapi ia memanglah seorang pembunuh!.
Mengapa aku baru sadar setelah semuanya terlambat?? Semua kejadian yang ku lalui ini, mengapa yang terbunuh adalah teman laki-laki yang dekat denganku??? Dulu aku belum bisa berpikir terlalu jauh saat Jake meninggal karena saat itu usiaku baru 9 tahun! Jake meninggal sehari setelah bermain pernikahan denganku, dan sesosok bayangan yang kulihat di rumah Jake, apakah itu Jesse??? Jesse, anak laki-laki pendiam itu dulu sering memperhatikanku sambil tersenyum ketika aku sedang bermain di rumah Jake, ya... senyuman yang kurasa sangat ganjil.
Malam ini mataku tak bisa terpejam, aku masih terbayang-bayang dengan kata-kata ibuku yang bilang bahwa Jesse lah yang membunuh Jake saudara kembarnya sendiri. Aku seringkali menonton film-film yang bergenre pembunuhan sadis hanya karena hal-hal sepele, tapi tak pernah terpikir olehku jika hal itu akan benar-benar terjadi dalam hidupku. Selama ini aku tak mudah untuk bergaul dengan seorang laki-laki, ya mungkin itu karena sikapku yang sedikit tertutup, tapi sekalinya aku memiliki teman dekat laki-laki maka temanku itu akan bernasib tragis. Hufft...  ini benar-benar tak adil! Aku berdiri dan melangkah maju menuju jendela di kamarku yang telah terbuka lebar, aku memandang jendela di seberang jalan sana, aku ingat dulu ketika aku masih kecil Jake sering melemparkan kerikil ke arah jendela kamarku, kemudian saat aku membuka jendela ia akan bersembunyi, tapi aku bisa mendengar tawanya. Terkadang aku marah dan tak mau berbicara padanya, namun ia tetaplah seorang anak laki-laki yang menyenangkan.
Aku ingin membalas dendam! Aku benci pembunuh bajingan itu! Aku pasti akan membalas kematian kedua sahabatku! Aku bersumpah Tuhan!. Ku kepalkan tangan ini, tiba-tiba jendela di rumah Jake terlihat seperti terbuka sedikit, aku segera menutup jendela kamarku dengan tergesa-gesa, dari sela-sela tirai jendela yang terbuka aku bisa melihat sesosok anak laki-laki, usianya kira-kira sama sepertiku dan dia sangat mirip dengan Jake! Tidak salah lagi itu pasti Jesse!.
Dan tiba-tiba...  biipp...biipp... suara message  masuk, aku sedikit enggan membukanya, aku takut message  itu berasal dari orang miserius itu lagi.Tapi karena penasaran, dengan terpaksa aku membukannya. Huffft... ternyata itu dari temanku Lucy, ya dia merupakan teman sekolahku. Ia berniat untuk memperkenalkanku dengan teman lelaki satu kelasnya. Ahhh... aku tak berani! Aku tak mau laki-laki yang akan diperkenalkan kepadaku itu bernasib sama seperti kedua sahabatku yang telah tiada. Maka dengan terpaksa aku menolak ajakan Lucy, tapi bukan Lucy namanya jika tak pintar merayu, ia terus berusaha membujukku, tapi aku tetap teguh pada pendirianku ini. Tapi tunggu, sampai kapan aku harus seperti ini? Apa untuk selamanya aku tak bisa memiliki teman laki-laki? Apa aku tak bisa memiliki seorang pacar? Apa aku tak bisa memiliki suami di masa depan? Uhhhh... aku benar-benar frustasi! Aku tau Jesse memiliki wajah yang tampan sama seperti Jake, tapi siapa yang ingin memiiki pacar seperti dia yang tak lain adalah seorang pembunuh? Pasti tidak ada, dan tidak mungkin ada yang mau memiliki pacar seorang pembunuh! Jesse yang gila! Jesse yang tak punya rasa kasihan! Dia adalah lelaki kejam yang tega membunuh seseorang hanya karena hal-hal sepele. Mengapa dia harus lahir dan menjadi saudara kembarnya Jake? Seharusnya kau bunuh dia saja Tuhan!.
Setelah beberapa menit kemudian Lucy kembali mengirim message  kepadaku yang isinya bahwa ia akan tetap mengenalkanku dengan lelaki itu karena menurut Lucy dia sangat cocok denganku.
Biipp biipp... handphone  sialan itu kembali berbunyi, aku segera membuka message yang masuk. Sial...! kupikir itu dari Lucy...!
Isi pesan : “Apa kau sudah tidur sayang? Kau tau? Aku tak bisa tidur karena terbayang wajah cantikmu saat berdiri di depan jendela tadi.” Oh God... ternyata dia? Jadi dia tau bahwa aku memperhatikan rumahnya.
Aku pun langsung membalas pesannya : “Bagaimana kau tau?”
“Aku dari tadi memperhatikan jendela kamarmu sayang, andai kau tau aku dari dulu selalu memperhatikanmu.” Uhhh... dia benar-benar menyebalkan!
Tak lama kemudian ia mengirim message  lagi : “Coba kau lihat kemari sayang, aku ingin menggapai dan memelukmu.”
Aku jijik dengan kata-kata orang gila itu! Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara ketukan yang berasal dari jendela kamarku. Karena penasaran aku mengitip di balik tirai jendela. Brukkk! Aku langsung terjatuh ke belakang karena rasa kaget yang luar biasa. Di luar sana aku dapat melihat seseorang memakai jubah hitam dengan wajah ditutupi sebuah topeng yang seram. Laki-laki itu melambaikan tangannya dan berkata... : “Buka sayang...! aku sangat ingin berbicara langsung denganmu...! ayo... kemarilah biarkan aku memelukmu!”... aku segera berlari keluar kamar dan menuju kamar kakakku. Aku mengetuk-ngetuk pintu kamar kakakku dengan keras sambil bercucuran keringat. Kakakku membuka pintu dengan kesal, tapi aku tak memperdulikannya, aku pun langsung membantingkan tubuhku ke atas ranjang dan bersembunyi di balik selimut.
“Hey Cerin...! ada apa?” kakakku terlihat begitu cemas.
Karena suara gaduh yang dikeluarkan saat aku mengetuk pintu kamar kakakku, akhirnya kedua orang tuaku langsung terbangun dan menghampiriku. “Cerin... apa yang terjadi?” tanya ayahku dengan cemas.
Aku menyerah untuk menutupi semua ini lebih lama. Aku harus menceritakannya kepada mereka!! Ya, aku harus!!!.
Setelah menceritakan semua hal yang telah terjadi, ayahku tampak geram dan begitu marah. Ia segera mengambil pistol di laci kamarnya dan segera keluar untuk mencari orang keparat itu. Aku tau ayah begitu sayang kepadaku, ia tak akan terima jika anaknya diperlakukan seperti ini, ia sangat benci ketika melihat anak-anaknya bersedih.
Aku, ibu, dan kakakku berusaha untuk menghalanginya, akan tetapi tekad ayahku sudah bulat. Ia menyuruh kami agar tetap di dalam rumah. Kami semua menunggu dengan cemas. Tapi tak lama kemudian... Dooooorrrrrrrr!!! Terdengar suara tembakkan. Aku segera berlari ke luar rumah dan langsung berteriak ketika melihat darah telah berceceran di lantai.
Doooorrrrr!!! Terdengar kembali suara tembakkan untuk kedua kalinya, tapi kali ini suara itu berasal dari halaman depan rumahku. Aku segera berlari dengan rasa takut yang amat besar, tapi sebelum pergi ke arah suara itu aku terlebih dahulu  pergi ke dapur untuk mengambil sebilah pisau lalu kusembunyikan di balik jaket tebal yang kukenakan. Aku pun keluar, seketika itu juga aku langsung berteriak histeris ketika melihat lebih banyak darah yang berceceran di atas tanah. Tapi tak seorang pun yang kulihat disana. Dimana ayahku? Dan dimana orang gila itu? Aku melihat ke sekeliling halaman rumahku dan langsung berlari ketika kudapati bahwa pagar rumahku telah terbuka lebar. Aku harus menyelamatkan ayahku! Tak akan kubiarkan lelaki bajingan itu menyakitinya Tuhan...!
Sepanjang jalan aku terus mengikuti arah darah yang terus menetes, aku berharap itu bukan darah ayahku. Aku berlari dengan sekuat tenaga. Tapi mengapa aku tak kunjung menemukan ayahku? Tiba-tiba tetesan darah itu mulai tak terlihat, aku bingung harus kemana?, aku hanya bisa mengikuti naluri hatiku. Jika terjadi apa-apa dengan ayahku, kali ini aku akan menghabisi bajingan itu!. Akhirnya aku sampai di taman dan di sana terdapat sebuah danau yang jaraknya tak jauh dari rumahku. Aku tertegun sejenak dan mengamati tempatku berada. Dari arah timur aku mulai melihat sinar mentari mulai muncul dari persembunyiannya menggantikan gelapnya sang malam.
Samar-samar aku mendengar suara rintihan laki-laki, aku pun langsung mencari sumber suara itu. Aku mengeluarkan pisau yang tadi kusimpan di balik jaket dan kugenggam erat dengan tangan yang terasa gemetar ini. Krekkk...”Hufffft” aku mendengus kesal karena ranting-ranting yang kuinjak menghasilkan suara yang bisa saja membuat orang itu curiga. Aku melangkah dengan perlahan di antara pepohonan di taman itu, sebenarnya mengerikan juga jika harus sendirian berada di sini tanpa mengetahui apa yang sebenarnya akan kuhadapi sekarang.
“Apa yang kau lakukan di sini sayang...?”
Aku hampir saja terjatuh akibat mendengar suara laki-laki di hadapanku sekarang. Badannya tegak , berkulit putih, dan sedikit kumis tipis di bagian atas bibirnya yang mungil. Tapi aku merasa heran, ya... mungkin sangat heran, ternyata ia tak memiliki tangan kanan.
“Jesse...!!!” aku terpekik  pelan ketika ia mulai menghampiriku, tubuhnya telihat lemah dengan terdapat luka di bagian samping perutnya, darah terlihat begitu banyak di sana.
Aku rasa orang ini akan segera menemui ajalnya. Tapi ternyata aku salah! Jesse masih memiliki kekuatan untuk menghampiriku dan tangannya seolah menggapaiku dalam pelukannya. Aku terus mundur seolah tak ingin disentuhnya, aku jijik dengan tangan itu. Tangan yang telah membunuh banyak orang bagai barang haram yang tak boleh menyentuhku.
“Jangan sentuh aku Jesse...! kau begitu menjijikan!”
Jesse  tersenyum getir, air mata terlihat membasahi pipinya. Tapi aku tak mau tertipu! Ia pasti sedang berpura-pura. Aku sering melihat film-film tentang orang-orang seperti dia yang sangat pandai berbohong dan licik. Aku terus melangkah kebelakang untuk menghindar dari Jesse, tanpa kusadari tenyata langkah kakiku sudah mencapai tepi danau. Karena aku terus mencoba menghindari Jesse akhirnya aku pun terjatuh ke danau tapi... seseorang memegang tanganku dan menahannya agar aku tak terjatuh ke danau, ya... tangan yang tidak asing lagi bagiku, tangan yang sangat menjijikan itu, Jesse mencoba menahanku agar aku tak terjatuh. Tapi mengapa? Mengapa ia melakukan ini? Bukannya ia selalu mengganggu hidupku? Mengapa dia tak membiarkanku jatuh? Mungkin dengan itu dia akan merasa senang. Ya, jika aku mati...
“Lepaskan tanganku Jesse!!! Aku sangat membenci tangan menjijikanmu itu!” ucapku sambil melepaskan tanganku dari genggamannya dengan paksa.
“Kau membenci ku?”
“Iya...!!! tentu saja...!” ucapku dengan gemetar. Jesse menatap mataku lekat-lekat sambil tersenyum.
“Dimana ayahku Bodoh?!!”
Jesse menengok ke belakang. “Aku rasa dia akan segera datang, tapi ayahmu sangat lamban untuk mengejar laki-laki yang telah tak berdaya ini.”
Huffft syukurlah ayahku tak apa-apa, jadi sudah jelas sekarang darah itu adalah darah Jesse, dialah yang tertembak oleh ayahku.
“Kau pasti sangat membenciku kan? Tapi semua ini kulakukan hanya karena aku terlalu takut kehilanganmu sayang.” Jesse pun terdiam dan berkata...
Just close your eyes
The sun is going down
You’ll be allright
No one can hurt you now
Come morning light
You and I’ll be safe and sound...

Tunggu, tapi kurasa dia sedang menyanyikan sebuah lagu, ya... sebuah lagu, walaupun tak begitu jelas dan samar-samar terdengar olehku. Lagu yang tak asing lagi bagiku, lagu yang merupakan lagu favoritku sekaligus mengingatkanku pada suatu peristiwa yang hampir saja merenggut nyawaku.

“Apa kau ingat dulu sewaktu kecil kau sering duduk di pinggir danau sambil menyanyikan lagu ini? Kemudian kau terjatuh akibat temanmu yang mengagetkanmu dari belakang? Dan apa kau ingat siapa yang menyelamatkanmu sayang? Apa kau ingat siapa yang rela harus kehilangan tangan kanannya demi menyelamatkanmu dari buaya? Apa kau ingat?!!!”
Aku benar-benar tak mengerti dengan apa yang dibicarakannya, bukankah yang menyelamatkanku waktu itu adalah Jake?!
“Apa kau pikir aku bodoh? Yang menyelamatkanku adalah Jake!!! Bukan kau Jesse!!!”
“Just close your eyes and open your heart, then listen for the truth.” Jesse pun terdiam sejenak dan kembali berkata sambil terseyum getir.
“Jake tak pernah suka air Cerin...”
“Tapi aku hanya melihat Jake ketika aku siuman.” Aku benar-benar tak percaya dengan semua ini! Apa benar dia yang menyelamatkanku?.
“Apa ada orang yang tega melihat anak laki-laki dengan tangan yang nyaris putus? Mereka yang ada di sana langsung mambawaku ke rumah sakit Cerin... tapi aku menyesal, bahkan sangat menyesal, mengapa mereka harus membawaku ke rumah sakit? Harusnya aku menunggumu siuman agar kau tau bahwa akulah yang menyelamatkanmu Cerin...!!!”
“Jika kau menungguku siuman, maka kau akan mati karena kehabisan darah Jesse...”
“Aku tau Cerin... tapi itu tak mengapa, karena aku benar-benar menyayangimu.”
Ya Tuhan.... aku tak tau bahwa dia begitu tulus, tapi semua itu telah terlambat, bahkan sangat terlambat untuk menyesalinya, ia tetaplah seorang pembunuh!.
 Jesse mengepalkan tangan kirinya, lalu menatap mataku tajam-tajam. “Aku marah dengan Jake! Aku cemburu dengannya! Akulah yang berkorban! Tapi mengapa dia yang kau puji? Mengapa dia yang menerima pelukan hangat darimu? Mengapa? Mengapa bukan aku Caroline?!!”
Aku hanya bisa diam... diam... dan membisu, bibirku terasa kaku bahkan tak bisa mengucapkan satu kata pun. Semua yang dilakukan Jesse itu juga salahku! Akulah yang salah mengira, akulah yang membuatnya melakukan pembunuhan terhadap Jake. Siapa yang bisa menerima jika harus melihat orang yang dicintainya bahkan sudah berkorban hingga mempertaruhkan nyawanya bersama laki-laki yang mengaku-ngaku telah berkorban untuknya? Padahal Jesse lah yang sudah bersusah payah berkoban untukku! Ohhh Tuhan.... mengapa aku begitu bodoh?!.
Jesse pun kembali melangkah maju dengan tubuh tak berdayanya. “I love you Cerin... I just love you, and always love you till the end.” Dan tubuhnya pun roboh dalam dekapanku, ia meninggal.
“I’m sorry Jesse...”

Karya : Sefti  Nur’ afandi - X IPA 2

0 komentar:

Posting Komentar